Surat Perjanjian Antara Pihak yang Mengadakan Perjanjian Asuransi Disebut Perjanjian Asuransi, Berikut Ini Penjelasannya!

Foto: Pexels@Mikhail Nilov

Dalam asuransi, surat perjanjian antara pihak yang mengadakan perjanjian asuransi disebut perjanjian asuransi. Perjanjian asuransi juga merupakan kesepakatan tertulis antara nasabah dengan perusahaan asuransi. Isi perjanjian asuransi tidak sama, namun disesuaikan dengan jenis asuransi dan profil masing-masing nasabah.

Pengertian Perjanjian Asuransi

Surat perjanjian antara pihak yang mengadakan asuransi disebut perjanjian asuransi secara lebih detail akan dijelaskan berikut ini!

Pengertian Perjanjian Asuransi menurut Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), adalah suatu perjanjian di mana penanggung (perusahaan asuransi) bersedia menanggung risiko yang mungkin akan menimpa tertanggung (nasabah). Sebagai gantinya, nasabah harus membayarkan premi pada perusahaan.

Dari definisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa perjanjian asuransi merupakan kontrak yang bersyarat, mengikat, serta bersifat timbal balik. Lebih jelasnya, bahwa surat perjanjian antara pihak yang mengadakan asuransi disebut pula kontrak asuransi yang berisi kesepakatan yang diadakan untuk mengatur hak dan kewajiban antara kedua belah pihak.

Kontrak asuransi atau perjanjian asuransi mengatur beberapa syarat yang harus dipatuhi oleh pihak penanggung dan tertanggung. Misalnya kewajiban pihak tertanggung untuk membayarkan uang dalam bentuk premi dan juga kewajiban pihak penanggung untuk mengganti kerugian yang dialami oleh tertanggung.

Di Indonesia, perjanjian asuransi ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Syarat Perjanjian Asuransi

Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, surat perjanjian antara pihak yang mengadakan asuransi disebut perjanjian asuransi wajib memenuhi beberapa syarat berikut ini!

1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Diri

Surat perjanjian antara pihak yang mengadakan asuransi disebut perjanjian asuransi memiliki syarat pertama yaitu kesepakatan diantara mereka yang mengikatkan diri.

Kesepakatan mereka (pihak tertanggung dan penanggung) dimulai dengan terjadinya proses penawaran dan penerimaan. Artinya kedua belah pihak antara pihak tertanggung dan pihak penanggung harus ada kesepakatan. Dan perjanjian pada asuransi ini mengatur bahwa penawaran berasal dari tertanggung, sedangkan penerimaan (risiko) berasal dari penanggung.

Suatu penawaran adalah sebuah pernyataan dari kehendak/keinginan untuk mengikatkan diri berdasarkan beberapa persyaratan tertentu. Penawaran akan mencetuskan perjanjian setelah tawaran diterima.

Penerimaan adalah pernyataan bahwa penawaran tersebut diterima dengan semua persyaratannya. Dalam asuransi, penerimaan terjadi pada saat polis diterbitkan atau pada saat pertanggungan dimulai. Maka tertanggung terikat dengan semua informasi yang diberikan serta menjadi dasar bagi penanggung untuk melaksanakan penutupan asuransi.

2. Cakap Untuk Membuat Suatu Perikatan

Surat perjanjian antara pihak yang mengadakan asuransi disebut perjanjian asuransi memiliki syarat kedua yaitu cakap untuk membuat suatu perikatan. Maksudnya adalah pihak-pihak yang kompeten untuk membuat perikatan adalah para pihak yang telah dewasa, waras, dan tidak dalam paksaan ataupun pengampuan.

3. Suatu Hal Tertentu

Maksud dari syarat ini adalah objek yang menjadi dasar lahirnya perjanjian merupakan janji dari penanggung kepada tertanggung untuk memberikan jaminan atas risiko yang dihadapi tertanggung.

Dalam hal ini yang merupakan elemen kuat yang berperan sebagai jaminan dalam perjanjian asuransi adalah premi yang mana memberikan kekuatan hukum lahirnya perjanjian tersebut.

Dan objek yang dimaksud dalam perjanjian pada asuransi adalah objek pertanggungan. Sehingga pihak tertanggung harus memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung dengan objek yang dipertanggungkan tersebut.

Surat perjanjian antara pihak yang mengadakan asuransi disebut perjanjian asuransi memiliki syarat berikutnya yakni legal object. Suatu sebab yang melahirkan perjanjian dalam asuransi memiliki syarat harus halal dan legal.

Perjanjian asuransi akan dibatalkan jika bertujuan untuk memberikan asuransi terhadap suatu sebab yang dilarang oleh undang-undang, yang melanggar kesusilaan, maupun yang bertentangan dengan kepentingan umum.

Maksud dari syarat ini bahwa perjanjian asuransi akan memenuhi unsur legal form jika polis asuransi tersebut sama atau memiliki substansi yang sama dengan polis asuransi yang dianggap oleh pihak berwenang.

Baca juga: Rukun Asuransi Syariah Adalah Seperti Berikut Ini, Penting untuk Diketahui!

Asas Hukum Perjanjian Asuransi

Surat perjanjian antara pihak yang mengadakan asuransi disebut perjanjian asuransi tersebut memiliki beberapa asas hukum. Berdasarkan Pasal KUHD, ketentuan umum perjanjian dalam KUHPerdata juga bisa bberlaku pada perjanjian asuransi.

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Menurut hukum perjanjian asuransi, ruang lingkup asas kebebasan berkontrak di Indonesia meliputi:

1. Kebebasan dalam membuat atau tidak membuat kontrak.
2. Kebebasan dalam memilih pihak mana yang diajak membuat perjanjian.
3. Kebebasan dalam menentukan maupun memilih isi kontrak.
4. Kebebasan dalam menentukan objek perjanjian.
5. Kebebasan dalam menentukan bentuk suatu kontrak.
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang-undang yang bersifat opsional.

Yang perlu diingat adalah bahwa pedoman kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu, maka titik tolaknya adalah kepentingan individu pula.

2. Asas Ketentuan Mengikat

Surat perjanjian antara pihak yang mengadakan asuransi disebut perjanjian asuransi memiliki asas ketentuan mengikat yang diatur dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata.

Kaitannya dengan asuransi adalah pihak penanggung dan tertanggung harus melaksanakan ketentuan perjanjian yang sudah disepakati karena perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

3. Asas Kepercayaan

Asas ini artinya bahwa antara pihak penanggung dan tertanggung saling menumbuhkan kepercayaan dalam perjanjian asuransi. Tujuannya adalah agar kedua belah pihak bersedia dan terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut.

4. Asas Persamaan Hukum

Maksud dari asas ini adalah bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian memiliki kedudukan, hak, serta kewajiban yang sama dalam hukum.

5. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua belah pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Dalam perjanjian asuransi, kewajiban tertanggung adalah membayar premi, dan haknya adalah menerima ganti rugi. Sedangkan hak dan kewajiban penanggung adalah menerima premi serta memberikan ganti rugi atas objek yang dipertanggungkan.

Asas keseimbangan adalah penting jika terjadi peristiwa yang menyebabkan kerugian. Maka kerugian tersebut harus diganti secara seimbang dengan risiko yang ditanggung.

Prinsip-Prinsip Perjanjian Asuransi

Surat perjanjian antara pihak yang mengadakan asuransi disebut perjanjian asuransi itu memiliki beberapa prinsip sebagai berikut:

1. Prinsip Kepentingan yang Dapat Diasuransikan (Insurable Interest)

Tertanggung mempunyai kepentingan atas objek pertanggungan yang diasuransikan jika ia mengalami kerugian finansial pada masa mendatang.

Antisipasi atas terjadinya kerugian finansial ini memungkinkan tertanggung mengasuransikan harta benda atau pun kepentingannya. Jika terjadi musibah atas objek yang diasuransikan kemudian terbukti bahwa tertanggung tidak mempunyai kepentingan finansial atas objek tersebut, maka tertanggung tidak memiliki hak mendapatkan ganti rugi.

2. Prinsip Itikad Baik yang Teramat Baik (Utmost Goodfaith)

Untuk melaksanakan prinsip ini beban kewajiban diberikan kepada tertanggung untuk menguraikan secara detail mengenai segala fakta penting yang berhubungan dengan objek yang diasuransikan.

Baca juga: Bagaimana Dasar Hukum Asuransi Syariah? Penting untuk Dicemati!

Prinsip ini juga diberlakukan pada penanggung maupun perusahaan asuransi. Mereka wajib menjelaskan mengenai risiko-risiko yang menjamin maupun yang dikecualikan, semua persyaratan, serta kondisi pertanggungan secara teliti.

3. Prinsip Keseimbangan (Indemniteit Principle)

Prinsip ini mengatur tentang kewajiban penanggung untuk memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang besarnya harus sesuai dengan besarnya kerugian, sesaat sebelum terjadinya kerugian.

Berdasarkan Pasal 246 KUHD mengenai pengertian asuransi, maka besarnya ganti rugi yang dimaksudkan adalah yang seimbang dengan kerugian yang diderita oleh tertanggung.

4. Prinsip Subrogasi (Subrogation Principle)

Arti Subrogasi adalah kedudukan tanggung jawab hukum pihak ketiga dalam hukum perdata. Maksud dari prinsip ini adalah bahwa seseorang yang menyebabkan suatu kerugian harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Sehubungan dengan asuransi, maka pihak penanggung mengambil alih hak perlu menagih ganti kerugian kepada pihak yang mengakibatkan kerugian, setelah penanggung membayar kewajibannya pada tertanggung.

Surat perjanjian antara pihak yang mengadakan asuransi disebut perjanjian asuransi atau bisa dimaknai sebagai kontrak yang bersyarat, mengikat, serta bersifat timbal balik. Secara detail juga merupakan surat perjanjian yang berisi kesepakatan yang diadakan untuk mengatur hak dan kewajiban antara kedua belah pihak. Semoga artikel ini bermanfaat!

You might also like